Sabtu, 04 Agustus 2012

Kajian Al-Hikam 3


وإرداتك الاسباب مع إقامة الله إيك فى التجريد إنحطاط عن الهمة العلية
“Dan keinginanmu untuk (berkecimpung di dalam) al-asbab sedangkan Allah mendirikanmu di dalam at-tajrid merupakan satu penurunan daripada himmah (kondisi spiritual) yang tinggi.”

Manusia sering mengatakan ‘hidup ini adalah pilihan.” Kalau memang kita dapat memilih kehidupan, kenapa kita tidak memilih untuk terlahir dari rahim seorang wanita yang kaya? Pintar? Salihah? Atau memilih hidup sebagai kyai, pengusaha, pejabat dan kedudukan mulia lainnya?? Kenapa tak semua orang bisa menentukan dan mewujudkan pilihannya?? Karena ternyata hidup ini bukan pilihan, tetapi menjalankan pilihan Allah atas hidup kita. Ada yang dipilih-Nya kaya, seperti Nabi Sulaiman, Perkasa seperti Nabi Musa, Sabar dan ikhlas seperti Nabi Nuh dan Ayyub, ada juga yang ditetapkannya sebagai tokoh antagonis seperti Fir’aun, Qorun, Namrud, Abu Jahal dan lainnya.

Lalu buat apa usaha yang kita lakukan jika semua sudah ditentukan?? Karena usaha itu sendiri bagian dari ketentuan (taqdir), seperti pembahasan sebelumnya bahwa maqom asbab (usaha) itu sendiri merupakan qudrot Allah, yang jika diterima dengan keridhoan hati menjadi jalan untuk menuju puncak ketaqwaan, meski zahirnya seperti sedang asyik mengerjakan urusan dunia dan itupun bagian dari ketetapan Allah SWT, Baginda yang mulia menyampaikan sabdanya :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَأَبُو سَعِيدٍ الْأَشَجُّ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ ح و حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ وَاللَّفْظُ لَهُ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ جَالِسًا وَفِي يَدِهِ عُودٌ يَنْكُتُ بِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ نَفْسٍ إِلَّا وَقَدْ عُلِمَ مَنْزِلُهَا مِنْ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ فَلِمَ نَعْمَلُ أَفَلَا نَتَّكِلُ قَالَ لَا اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ ثُمَّ قَرَأَ { فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى إِلَى قَوْلِهِ فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى } حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ وَالْأَعْمَشِ أَنَّهُمَا سَمِعَا سَعْدَ بْنَ عُبَيْدَةَ يُحَدِّثُهُ عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ السُّلَمِيِّ عَنْ عَلِيٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَحْوِهِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah dan Zuhair bin Harb dan Abu Sa'id Al Asyaj mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Waki'; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair; Telah menceritakan kepada kami Bapakku; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy; Demikian juga diriwayatkan dari jalur lainnya, Dan telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib lafazh ini miliknya; Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah; Telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Sa'ad bin 'Ubaidah dari Abu 'Abdur Rahman As Sulami dari 'Ali dia berkata; Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang duduk sambil memegang sebatang kayu yang beliau pukul-pukulkan. Lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda: Tidaklah setiap jiwa dari kalian kecuali telah diketahui tempatnya di surga ataupun di neraka. Para sahabat bertanya: 'Ya Rasulullah, kalau begitu kenapa kita harus beramal, apakah sebaiknya kita berdiam diri saja tanpa harus berbuat apa-apa? ' 'Tidak, Berbuatlah! Karena masing-masing telah dipermudah untuk berbuat sesuai dengan ketentuannya. Lalu beliau membaca ayat: Adapun orang yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertakwa serta membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang sukar.' (Qs. A1-LaiI (92): 5-10). Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata; Telah menceritakan kepada kamiMuhammad bin Ja'far; Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Manshur dan Al A'masy bahwasannya keduanya mendengar Sa'ad bin Ubaidah menceritakannya dari Abu 'Abdur Rahman As Sulami dari 'Ali dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan Hadits yang serupa

Baginda mengajarkan kepada kita dalam pemahaman tauhid yang begitu halus, seolah baginda ingin mengatakan ‘ siapakah yang tahu akan taqdirnya? Apakah ia menjadi ahli surga atau neraka? Apakah besok ia akan menjadi orang kaya atau miskin? Kita pasti tak bisa menjawabnya, maka baginda SAW melanjutkan nasihatnya, lakukan saja apa yang diberlakukan Allah, karena setiap orang akan dimudahkan –jalannya- dalam menetapi taqdir, jika ia ditaqdirkan sebagai orang baik, maka jalan-jalan untuk mendapatkan kebaikan akan selalu dihadirkan Allah untuknya, demikian juga sebaliknya. 

Demikian halnya dengan maqom tajrid (spritualitas secara total) baik zahir maupun bathin, bisa jadi jalan tajrid ini diberikan Allah kepada orang-orang yang semula berkedudukan di maqom asbab, seperti halnya Rosulullah SAW yang menjadi pengusaha sukses dan orang kaya di waktu muda dan ketika usia 40 Allah angkat ia sebagai Nabi dan Rasul yang kehidupannya totalitas dibaktikan kepada Allah tanpa aktifitas kasab – berbeda dengan alasan sebagian orang- bahwa tajrid adalah urusan hati bukan urusan zahir. Ini adalah pemahaman sepihak, karena yang dimaksud oleh syekh aththaillah adalah aktifitas yang masyhur dalam pandangan manusia, karena menurut syekh sesungguhnya maqom asbab dan tajrid dalam pandangan orang yang bertauhid tidaklah berbeda, karena dua-duanya terbit dari ‘Mau-Nya Allah SWT’ . maka yang membedakan keduanya bukan pada cara hati bermusyahadah melainkan dari tampilan zahir kedua maqom tersebut. 

Untuk apa semua itu jika keduanya sama dalam pandangan Allah?? 

Ketahuilah olehmu bahwa Allah menjadikan siang sebagai simbol penerangan (mashyur), maka di sinilah peranan tajrid berlaku, agar ilmu-nya Allah SWT tersampaikan dengan matarantai yang utuh.
pertanyaannya, jika para Nabi dan Rasul itu menyembunyikan identitasnya sebagai Nabi dan Rasul, apakah perlu bagi mereka yang bersembunyi itu ditugaskan mencari ummat?? Tentuk tidak. 

Di sisi lain Allah jadikan kemulian kekasih-kekasihnya dalam ketersembunyian seperti Allah menyembunyikan siang dengan datangnya malam, inilah yang disebut dengan mastur (tersembunyi), bisa jadi tampilan manusia-manusia seperti ini terlihat sedang menjalankan maqom kasab, seperti ketika Nabiallah Musa memohon petunjuk kepada Allah, siapa kiranya orang yang akan menjadi sahabatnya di surga kelak? Ternyata bukan ummatnya yang terlihat sholat, dzikir atau ibadah, melainkan seorang pemuda yang berjualan daging di pasar, demikian juga dengan Uwais al-Qorni yang tertutupi kewaliannya dengan mengembalakan unta, dan hanya orang-orang yang diberi hikmah oleh Allah sajalah yang dapat memahami ini.

Jika Allah SWT telah menetapkan kedudukanmu sebagai ahli tajrid kemudian engkau ingin beralih ke maqom asbab, itu menunjukkan penurunan kondisi spritualmu yang tinggi. Dalam hal ini yang ingin ditekankan oleh syekh aththaillah adalah godaan yang sangat mungkin terjadi pada orang-orang yang sedang berusaha untuk mujahadah kepada Allah dengan tawakal, qona’ah, ridho, ikhlas, sabar, dan menapaki jalan kesunyian dengan uzlah dan kholwat, sementara di lain sisi, istri, keluarga, lingkungan menuntutnya untuk bekerja, meninggalkan aktifitas ibadah yang ditekuninya. Maka syekh mengingatkan, janganlah semua tuntutan itu melemahkanmu untuk terus menapaki jalan tajrid itu, karena Allah akan membukakan kemudahan-kemudahan dalam urusan duniamu.  Sunatullah manusia itu diuji oleh Allah tak terkecuali orang-orang yang digiring Allah untuk menjadi ahli tajrid karena disitulah nilai keistiqomahan berlaku. Ketika ia tetap istiqomah menetapi jalan tajrid yang dimudahkan oleh Allah untuknya seiring waktu karomahpun berlaku untuknya, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “ sesungguhnya istiqomah itu mengalahkan seribu karomah” maksud Beliau SAW bahwa dengan istiqomah itu engkau akan mendapatkan lebih dari seribu karomah.  

Itulah yang dimaksudkan oleh syekh, bahwa kecenderunganmu untuk mengikuti godaan, menunjukkan menurunnya semangat spiritualmu, jika kita mengambil analogi orang yang berpuasa, di siang hari ia diajak oleh teman-temannya untuk makan, minum dan melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, secara fitrah wajar jika ia tergiur, namun himmah (kemauan) hati dan jiwanya untuk mendapatkan nilai-nilai puasa mengurungkan segala bisikan nafsu yang menggodanya tersebut.  Maka sesiapa yang memang sudah berlaku atasnya ke asyikan dalam tajrid, teruslah dan teruslah berjalan di wilayah itu, jangan engkau berhenti atau berlari mengikuti ‘ syahwat ‘ yang berupaya melemahkan semangat mujahadahmu, sampai kemuliaan itu Allah berikan untukmu. Dan yang menjadi kunci menurut syekh aththaillah dalam uraiannya ini adalah berlakunya keridhoan kita atas apa yang telah Allah tetapkan untuk kita, baik itu asbab maupun tajrid, dikeduanya akan engkau dapati kebaikan dan keberkahan yang banyak.

Untuk menutupi kajian tentang tajrid ini mari kita simak beberapa ayat Allah SWT serta hadits Nabi SAW yang akan meneguhkan hati dan jiwa kita dalam menetapi maqom tajrid (bagi yang berlaku atasnya) :

فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنبَتَهَا نَبَاتاً حَسَناً وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزْقاً قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَـذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِندِ اللّهِ إنَّ اللّهَ يَرْزُقُ مَن يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ

“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab” (Q.S. Ali Imron : 37)

وَكَأَيِّن مِن دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Al-Ankabut : 60)

اللَّهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَيَقْدِرُ لَهُ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Q.S : Al Ankabut ( 29 ) : 62)

عن عمر بن الخطاب رَضَيَ اَللهُ عَنْه ، عن النَّبيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: (( لو أنَّكم توكَّلون على الله حقَّ توكله لرزقكم كما يرزق الطير، تغدو خماصاً، وتروحُ بطاناً )) رواه الإمام أحمد والترمذي والنسائي وابن ماجه وابن حبان في صحيحه والحاكم، وقال الترمذي:  حسن صحيح

Dari Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,beliau bersabda, “Jika kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal,niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian, seperti Allah memberikan rezeki kepada seekor burung. Ia pergi (dari sarangnya) di pagi hari dalam keadaan perut yang kosong (lapar), dan kembali (ke sarangnya) di sore hari dalam keadaan perut yang penuh(kenyang)”. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa-i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, dan Al-Hakim. Dan At-Tirmidzi berkata, “Hasan Shahih”.

Wallahu a’lam bishshowab
Sufi kaki lima

1 komentar: